Implikasi Penegakan Hukum Dalam Pusara Mega Korupsi Tata Niaga Timah Hingga Nasib Masyarakat Babel Bagai Di ‘Ujung Tanduk’



Penulis : Dr Andi Kusuma SH MKn CTL
(Advokat/Ketua umum DPP Perpat Babel)

 
Mengacu pada sebuah istilah “hukum hadir untuk menjamin kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan”, maka kini istilah tersebut hanyalah angan-angan semu yang penuh dengan kontradiksi pada kehidupan masyarakat, pada perkara megakorupsi timah telah berdamapak luas bagi kemaslahatan masyarakat Bangka Belitung.

Bagaimana tidak?. Seperti yang diketahui mayoritas mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung adalah bergerak pada sektor penambangan komoditi timah.

Komoditi timah merupakan salah satu kekayaaan masyarakat Bangka Belitung yang wajib untuk dimanfaatkan dan dipergunakan sebesar-besarnya guna kepentingan kemakmuran rakyat sebagaimana termaktub Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Akibat dari perkara mega korupsi timah ini telah secara jelas membuat masyarakat takut untuk melakukan penambangan sebagaimana merupakan mayoritas mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung.

Masyarakat dibuat ketakutan, kebingungan dan tak berdaya atas adalah jerat pidana pada perkara mega korupsi tata niaga timah ini.

Selain itu, apabila mengacu pada kilas balik perkara ini telah mengakibatkan banyak perusahaan swasta gulung tikar sehingga mengakibatkan terjadi nya PHK secara massal.

Dalam dari PHK besar-besar ini pun telah mengakibatkan perekonomian nasional menjadi terganggu dimana tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Bangka Belitung naik menjadi sebesar 4,63 % (persen).

Pertumbuhan perekonomian bangka belitung mengalami penurunan drastis dimana tercatat hanya mencapai 0,13 persen sehinga menjadikan Bangka Belitung sebagai daerah dengan perekonomian terendah di Sumatera.

Hal ini menjadi semakin krusial karena framing buruk yang ditujukan kepada masyarakat Bangka Belitung yang menyebabkan para perorangan maupun korporasi yang tidak seharusnya dipersalahkan dihujat/direndahkan/dihina bahkan dikucilkan oleh segenap masyarakat Republik Indonesia.

Mungkin publik Indonesia hanya tertuju pada framing “Rp 271 triliun” saja, tapi seharusnya publik harus mengetahui fakta sesungguh dari klaim buruk tersebut karena pada faktanya kerugian negara sebagaimana didalilkan bukan lah “actuall loss”.

Berdasarkan uraian tersebut diatas masyarakat Bangka Belitung meminta kepada insititusi penegak hukum agar dapat menegakkan hukum sebagaimana dicita-citakan masyarakat yaitu memperhatikan asas kebermanfaatan hukum sebagaimana digaungkan dalam sistem hukum di Indonesia. (*)
 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours